di jalanan kota
pada sebuah musim gugur yang gigil
aku merindukan matahari dengan gemetar
dengan kegetiran seorang umat
yang mencari tuhannya di tanda-tanda alam
di perpustakaan
buku-buku itu terasa asing dan jauh
orang-orang kulit putih yang bicara tentang dunianya
sedang aku mendamba bahasa
yang berantakan, yang melenakan
di atas kereta
aku melihat hutan-hutan buatan nederland
dan membayangkan matarmaja
yang melintasi jawa
dan sawah-sawah petani yang tak diacuhkan
di kedai pinggir stasiun
aku memesan roti keju dan omong kosong eropa
lapar aku dihantam angin
makanan ibuku merasuk
menjelma melankoli yang tak tuntas
di sini
aku indonesia yang menjelma belanda
kelelahan menyusun jembatan
yang menyambungkan adat timur
dengan etiket ala barat
di tubuhku
mengalir suara ayahku
yang parau dan letih
mencari anaknya yang tersesat
di negeri nan murung ini
(27 agustus 2017)
Post-scriptum: Dibacakan dan divisualisasikan di film pendek “Mozaik”.