Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, kata Sapardi. Tapi kita mengutipnya terlalu sering hingga ia jadi bukan apa-apa. Kita memahaminya hanya sebagai mural di tembok kota dan omong kosong di dunia maya. Bisakah aku mencintaimu dengan sederhana?
Beri aku nyali seribu kuda dan aku akan membawamu ke duniaku. Dan kita akan berbagi hari-hari yang di depan, yang tidak kita ketahui, dan kadang membikin gemetar. Aku ingin mencintaimu dengan sederhana. Setidaknya untuk hari ini. Selalu hari ini.
Aku memesan ilalang panjang dan bunga rumput, kata Sapardi. Aku ingin berhenti menjadi duri di tulangku sendiri. Dan aku akan menjumpaimu dengan ketakutan yang meledak-ledak. Lalu senyummu memberiku ketenangan sebuah rumah di tepi danau.
Kau entah memesan apa. Dan aku menebak-nebak, membuat teka-teka silang di kepalaku, dan menjawabnya dengan bahasa Indonesia. Pada titik itu, ada yang keliru. Kita bicara dengan bahasa yang tak sama. Aku harus memesan rasa lapar yang asing itu.
(27 Agustus 2017)