Di tubuhku mengalir gereja tanpa nama. Tempat orang-orang menyembah luka dan menyaring petuah lama. Tempat kita bersenyawa dengan duka dan menyantap matahari senja. Tempat kita bercita-cita jadi manusia dan berakhir menjadi tua.
Pada suatu malam, paru-paruku menghisap narkotik dari rumania. Semacam asap yang menembus masa lalu dan rupa-rupa memori. Kita mendamba distopia. Romawi dan makedonia mengawang dalam lamunan 24 derajat di taman kota.
Albert heijn menantiku pada 23.30. Disko dan mariyuana bercampur dengan ketiak seribu bangsa. Bahasa mengaur, mengaduk-aduk dirinya sendiri. Aksen menjadi bunga yang harum. Mag ik heb nog een bier, alstublieft? Natuurlijk!
Kita melayang pulang pada jam 3.18. Melalui kanal-kanal yang dihisap malam. Batavus sempoyongan menginjak aspal negeri dunia pertama. Oh kota kecil yang lelap. Aku ingin melukismu dengan darah dari nadiku. Tapi aku ingin tidur dulu.