Pada suatu masa aku tertegun menatapi laju waktu
Mata tak mengedip, kata tak berontak
Hanya diam dan sunyi total bercampur dengan sendu dan rindu
Lewat imaji dua dimensi bayang terbang ke jejak lampau
Kenangan tercetak manis dalam simpul senyum simpel dan rambut acak
Awan melihatku sinis tahu sesal akan datang kelak, mungkin bikin kesal
Tapi peduli tak perlu, sejenak rekreasi ke purbakala mungkin butuh
Dengan polesan beragam gaya, beragam warna, beragam nama, beragam mega, beragam acara, beragam suasana, kita tahu berubah itu pasti
Dan waktu acuh tak acuh, kau siap tak siap
Bagai kereta menembus persawahan ia lari kencang bagai dikejar petir
Waktu memenjara bingkai momen dalam kenangan yang terpigura
Atau kadang terbengkalai di arus jalanan kotor nan berdebu, tak terurus, hilang
Bagiku akal mengebul bagai pekat asap pabrik memusingkan mengaburkan
Lalu bahasa tak punya arti, terpenjara dalam kerangkeng kebisuan murni
Pikiran adalah mesin waktu yang hebat
Tak terhitung sekon ia sudah meloncat menuju yang lebih samar, lebih abstrak
Dalam kabut ia tak tahu ada dimana, harus apa, siapa dia, atau masih adakah
Ia hanya kumpulan partikel tanpa nama yang terombang-ambing tak pasti
Melacak ke sejarah ia berusaha merangkai pelangi kelak
Tapi siapa dia melangkahi sang khalik
Pada sesal dan resah akan yang lalu ia bersolek agar air tak bergantung lagi di ujung mata
Ia merapikan baju agar tak kusut lagi setelah lumpur dan becek mengotori dalam perjalanan panjang menuju asap tebal
Tapi ia tak tahu apa-apa, buta
Pada akhirnya ia tahu ia tak tahu segelintirpun misteri tentang waktu
Ia hanya korban yang dijebak dalam putaran kesana kemari dalam baris yang berantakan
Hanyut sajalah dalam itu semua, dalam bayang yang menegur, dalam angan yang menggebu
Toh jam pasir perlahan akan mematikanmu, aku juga